Jumat, 15 April 2011

Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin

Dikutip dari blog pembaca:
Pertama,.... ahhhhh sumpah aku merinding! Baru aja aku selesai baca novelnya Tere-Liye ini dan aku buru-buru langsung nyalain Leptop. Aku,.... aku,...ahhh speechless!!! Mengejutkan sekali Frey yang tukang cuap-cuap bisa speechless mendadak.


Mm,, mulai darimana ya? Jujur, aku baru pertama kali baca karya-nya Tere-Liye. Dan aku tertarik baca karya-nya Tere-Liye karna temenku, Chaca... bilang kalo Tere-Liye penulis fave nya. Minggu lalu, pas aku minta "ada novel rekomen ga? Aku pinjem dong?" Tanpa ragu-ragu dia ngasih aku novel ini.



Pendapatku setelah baca? Uhmm... aduh. Mulai dari mana sih ya aku harus mulai? Aku bingung banget.

Aku bener-bener masih kehabisan kata-kata buat ngungkapin gimana aku sekarang. Mungkin lebih aman kalo aku copas sinopsis dari sampul belakang dulu kali yah...


Jadi, ini dia :


Dia bagai malaikat bagi keluarga kami. Merengkuh aku, adikku, dan Ibu dari kehidupan jalanan yang miskin dan nestapa. Memberikan makan, tempat berteduh, sekolah, dan janji masa depan yang lebih baik.


Dia sungguh bagai malaikat bagi keluarga kami. Memberikan kasih sayang, perhatian, dan teladan tanpa mengharap budi sekalipun. Dan lihatlah, aku membalas itu semua dengan membiarkan mekar perasaan ini.


Ibu benar, tak layak aku mencintai malaikat keluarga kami. Tak pantas. Maafkan aku, Ibu. Perasaan kagum, terpesona, atau entahlah itu muncul tak tertahankan bahkan sejak rambutku masih dikepang dua.

Sekarang, ketika aku tahu dia boleh jadi tidak pernah menganggapku lebih dari seorang adik yang tidak tahu diri, biarlah... Biarlah aku luruh ke bumi seperti sehelai daun... daun yang tidak pernah membenci meski harus terenggutkan dari tangkai pohonnya.


Aku tertarik sama sinopsisnya... aku tertarik buat baca. Aku terpikat sama cara Tere-Liye menceritakan kisahnya. Aku suka setiap detil karakter yang disuguhkan. Aku jatuh cinta pada permainan alur yang dibuat menegangkan... mencengangkan...

Aku bahkan nggak percaya... untuk pertama kalinya... aku benci sama tokoh utama sebuah novel.

Ahh... gini, biar aku jelasin. Novel ini pake sudut pandang orang pertama... dibebankan sama gadis bernama Tania. Umurnya sudah duapuluh tiga tahun. Dan settingnya adalah dilantai dua sebuah Toko Buku di Depok (ehh.. kalo ga salah).

Cerita dimulai pas jam 20.00... jam delapan malam disuatu hari. Tania berdiam di lantai dua toko buku itu. Dan berakhir pukul 21.17 malam dihari yang sama. Gila kan?

Terus apa yang terjadi selama satu jam tiga belas menit itu? Apa yang aku dapet sampe diawal-awal aku sempat speechless? (sekarang balik lagi sih)


Banyak!!! Karena fokus Tere-Liye bukan hanya apa yang terjadi pada satu jam tujubelas menit itu. Tapi tentang hidup si 'Tania' sepuluh tahun terakhir. Pembaca diajak untuk masuk ke relung-relung hati Tania.... menyelusup kedalam kenangan-kenangannya. Yang akan segera berakhir dimalam itu.

Pertama kalinya, aku sempat benci tokoh utama dalam suatu novel. Pertama kalinya!!! Dan itu bukan berarti novel ini novel yang buruk. Enggak sama sekali. Justru karena pengaruhnya yang begitu besar buat aku... aku ngerasa semuanya nyata terpampang didepanku.


Aku bilang 'sempat benci' kan... bukan berarti sampai akhir aku benci tokoh utamanya (baca : si Tania) Ada sesuatu yang ngebuat aku benci sama dia... karena Tania pernah bersikap picik. Dan aku nggak suka.
Tapi diakhir,, aku menyadari. Karena Tania juga manusia (setidaknya dalam novel ini) dan manusia tidak selalu sempurna... maka aku berdamai sama rasa benciku sama dia. Aku bahkan mikir,, siapa aku kok aku berhak benci sama Tania?

Jadi gini... Tania mengenang masa kecilnya. Tentang dia yang dulu pengamen jalanan bersama adeknya Dede,, yang selama tiga tahun harus luntang lantung tanpa sekolah dan harus bekerja keras demi hidup yang lebih baik. Juga demi Ibu satu-satunya yang tinggal di rumah kardus.


Entah karena takdir atau bagaima... bertemu dengan seorang mahasiswa. Sekilas tidak terlihat istimewa. Tapi memiliki sepasang mata teduh yang mampu mengayomi. Datang bagai malaikat di kehidupan mereka berdua. Ngangkat mereka berdua kekehidupan yang lebih baik.

Dan konflik yang terjadi adalah : Tania mencintainya! Mahasiswa berumur duapuluh tahunan itu. Malaikatnya... malaikat keluarganya. Sampai hari saat ibunya meninggal.


Ya Allah! Aku geregetan sama ceritanya. Aku gak bisa ngerangkai sinopsis yang tepat. Emang bagi yang belum baca harus ngebaca sendiri deh. Aku sampe kehilangan kata-kata buat ngelukisinnya.


Ceritanya bagus banget!!! Bagus banget!!! Aku... ya ampun!! Aku gak tau harus bilang apa! Ahhhhhh!!! Aku heran sama diriku sendiri ah!

Yang paling ngebuat aku merinding... yang paling ngebuat aku kebas... yang paling ngebuat aku sampai nggak bisa mendefinisikan perasaanku sendiri adalah bagian klimaksnya. Pukul 21.17... saat semuanya berakhir.


Disitu... potongan-potongan teka-teki tersusun lengkap. Dengan menemukan potongan yang awalnya hilang. Semua tersusun... secara mengejutkan plus menyakitkan (setidaknya, buat aku juga menyakitkan banget)

Alur-nya pas bab 'klimaks-klimaks' nya juga kuerennnn banget. Malah cenderung menakutkan karena bisa-bisanya nimbulin efek merinding ke aku.


Kalo untuk cara menulis... aku yang bener-bener amatir ini bahkan minder untuk menuliskan komentar. Aku terpikat banget sama alur maju-mundur ekstrim yang diberikan Tere-Liye di novel ini. Aku terpikat abissss!!! Terpikat!
Bahkan sama ending-nya yang 'sad'... aku terpikat! Terpikat sama segalanya. Terpikat abissss!!! (tuhhh... sampe kuulang-ulang)

Tokoh-tokohnya... apalagi adeknya Tania... Dede... yang udah dewasa... pemegang potongan yang hilang itu.

Ahhh... kenapa juga kisah cinta bisa setragis ini ya? Aku banyak menemukan kisah cinta tragis dinovel. Tapi sebagian besar diantaranya terpisah oleh kematian. Tapi ini... lebih sakit bahkan daripada 'terpisah oleh kematian'. Ini sih... terpisah oleh ... oleh... sesuatu yang amat besar. Begitu dekat tapi juga begitu jauh.
Ya Ampun!!!!!!!!! Aku jarang-jarang nulis resensi yang emosional gini!! Akuu terpikat!!!!! Terpikattttt!!!!!!!!!!!!!

Airmataku emang ga netes... tapi efek yang ditimbulkan... LUAR BIASA!!!!
'



Tittle : Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin
Penulis : Tere-Liye
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Tanggal Terbit : Juni 2010

Halaman : 256 Halaman
Price : Rp 32.000,00 Belum diskon

Tidak ada komentar: